let's go get lost

Belajar Mencukupkan Diri

sumber : www.hipwee.com

Hari ini tanggal 22. Tersisa 8 hari lagi sebelum bulan Juli di tahun 2015 berakhir. Uang yang tersisa di dompet tinggal selembar uang sepuluh ribuan dan tiga lembar uang lima ribuan. ATM? Jangan tanya, saldo di ATM sudah tidak bisa ditarik lagi, bahkan untuk beli pulsa saja tidak bisa. Jangankan berfikir untuk nabung, untuk makan saja mikir. Dan biasanya kiriman tidak datang persis di awal bulan. Hufft. Mungkin setiap anak kos pernah mengalami hal ini, mengutuki akhir bulan lalu memuja awal bulan berikutnya. Sama seperti bulan-bulan sebelumnya.
Akhir-akhir ini, kondisi seperti diatas membuatku berfikir. Kenapa rasanya susah sekali untuk mengatur keuangan? Kenapa susah sekali untuk tetap mempunyai uang yang cukup di tanggal-tanggal tua? Padahal uang kiriman dari orang tua sudah cukup banyak. Makan, bensin, pulsa, jajan, semua sudah ada jatahnya masing-masing. Bahkan kakak ku yang terkadang mendapat uang tambahan -yang juga cukup banyak- dari hasil daily workingnya juga masih merasa kurang. Mungkin benar kata orang, semakin banyak pemasukan, keinginan dan pengeluaran juga semakin banyak. Hmmm..
Hal ini tetap mengganggu fikiranku sampai beberapa hari yang lalu aku membaca sebuah artikel yang di share teman di dindingnya. Berikut postingan yang bersumber dari http://mulfu.blogspot.com
Deni adalah seorang copywriter di sebuah biro iklan lokal. Teman- temannya mengatakan bahwa Deni sedang kesulitan keuangan. Kok tahu? Ya taulah. Karena setiap kali kekurangan uang, Deni selalu sibuk meminjam uang sana sini. Beberapa temannya ada yang menolak karena setiap bulan dia hampir selalu meminjam uang. Memang, setelah gajian utangnya pasti dibayar, tapi beberapa hari kemudian pinjam lagi. Lama-kelamaan teman-temannya merasa keberatan. Kalau sudah demikian, maka Deni sibuk mencari-cari siapa yang dapat meminjamkan uangnya.
Akhirnya Deni mendapatkan juga uang yang dibutuhkannya dari pinjaman seorang office boy. Sebenarnya Deni malu. Uangnya sudah habis padahal baru tanggal 16. Dia sudah tidak punya uang lagi untuk naik taxi ke kantor dan untuk biaya makan. Ketika dia sedang berkeluh kesah dan bingung, tiba-tiba office boy menawarkan uangnya. Dia tidak sampai hati melihat Deni kesulitan. Deni tadinya menolak karena malu. Masak staf meminjam uang dari office boy?
Tapi orang tersebut benar-benar rela ingin membantunya, sehingga akhirnya Deni menerima bantuannya.
Dalam hati kecilnya Deni merasa sangat malu. Malu sekali!. Tapi Deni terpaksa menerimanya, dia benar-benar tidak punya uang. Keesokan harinya dia ingin mencari office boy tersebut dan mengajaknya berbincang-bincang.
Deni penasaran. Mengapa office boy tersebut bisa punya uang lebih dan bahkan bisa meminjamkan uangnya kepada Deni? Bukankah gaji Deni lebih besar? Mereka sama-sama masih bujangan, belum menikah. Tapi, mengapa office boy tersebut bisa menyimpan uang sedangkan Deni selalu kehabisan uang? Kok bisa? Apa kuncinya?
Siangnya Deni baru mendapat kesempatan untuk berbincang-bincang dan bertukar pikiran. Office boy itu memang sangat istimewa. Dia paling rajin bekerja. Paling tuntas mengerjakan semua tugasnya. Tidak pernah terlambat masuk kerja. Padahal kalau dilihat penampilannya sepertinya biasa saja. Orangnya sederhana, agak kurus dan sopan, tapi tidak terkesan menjilat.
Sambil makan siang bersama di warung sebelah, Deni mulai menggali kunci sukses menyimpan uang yang dilakukan office boy tersebut. “Bagaimana caranya sih, kok bisa mempunyai uang lebih? Gaji saya selalu habis setelah tengah bulan.” Deni membuka percakapan.
Office boy tersebut mulai bercerita. “Saya dulu juga begitu, mas. Gaji saya selalu habis sebelum akhir bulan. Akhirnya saya terpaksa meminjam dari teman. Tapi setelah meminjam, rasanya gaji saya semakin tidak cukup. Karena setiap kali gajian, saya harus mengembalikan uang yang saya pinjam di bulan sebelumnya.
Jadi uang gaji saya berkurang. Akibatnya saya semakin kekurangan mas. Gaji utuh saja tidak cukup, apalagi setelah dipotong untuk membayar utang. Ya, semakin berkurang lah mas. Semakin lama, utang saya semakin banyak”
Benar juga, pikir Deni. Pikiran yang sederhana tapi mengandung kebenaran karena seperti itulah yang dialaminya. “Jadi bagaimana caranya melepaskan diri dari lilitan utang?” tanya Deni.
Waktu itu saya diajari oleh nenek saya. Saya pernah pulang kampung tanpa membawa uang banyak. Waktu itu nenek saya bertanya kemana gaji saya. Saya bilang sudah habis. Langsung saya dipanggil dan diberi wejangan oleh beliau.”
Nenek saya berkata: “Uang itu seperti air. Air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Kalau tidak dibendung, maka air akan mengalir terus. Seperti sungai. Harus dibendung. Setelah dibendung, maka uang akan berhenti mengalir dan akan mulai bertambah banyak.”
Kunci Hidup Prihatin.
Waktu itu saya bertanya: “Bagaimana cara membendungnya? ” Nenek saya menjawab tegas:”Prihatin. Bulan depan jangan utang lagi.”
“Tapi nanti kurang nek.”
“Tidak”, kata nenek. “Begini caranya. Begitu terima gaji, segera lunasi utangmu. Sisanya harus dicukupkan untuk sebulan. Jangan utang. Kamu jangan makan di luar atau jajan. Kalau perlu makan nasi putih dan garam, kecap atau kerupuk saja. Pasti cukup.” Lalu saya diajak menghitung berapa uang yang harus saya sisihkan untuk ongkos, berapa untuk beli beras, garam, kecap dan kerupuk, dan lain-lain.
Nenek benar-benar meminta saya hidup secara prihatin. Saya tidak boleh naik ojek lagi. Dari rumah saya harus berjalan kaki ke jalan raya tempat saya naik angkutan umum. Pulangnya juga tidak naik ojek karena ojek cukup mahal. Uang saya memang pas-pasan untuk hidup ngirit seperti itu. Tapi memang cukup sih.”
“Bulan depannya, saya disarankan untuk melanjutkan hidup seperti itu. Bulan depannya, uang gaji saya sudah mulai ada yang bisa saya sisihkan untuk ditabung.
Bulan ketiga saya mulai makan lebih banyak demi menjaga kondisi tubuh saya, bukan lagi dengan garam dan kecap. Tapi dua bulan hidup sederhana telah membuat saya tidak ingin beli apa-apa lagi. Makanan saya cukup sederhana saja. Saya tidak lagi suka jajan. Saya tidak pernah naik ojek lagi. Dari situlah saya mulai bisa menabung mas. Sampai sekarang.”
Deni bertanya:”Boleh tahu berapa tabungan kamu? Tapi kalau kamu keberatan menjawab, tidak apa-apa. Tak usah dijawab.” 
“Tidak apa-apa mas. Tabungan saya hampir empat puluh juta rupiah. Saya ingin menabung untuk biaya pernikahan saya tahun depan Mas.”
Deni hanya bisa terharu. Yang penting niat. Kalau mau ngirit, pasti bisa. Mengapa uangnya habis terus? Karena pengeluaran Deni cukup besar. Padahal sebenarnya bisa dikurangi. Tapi Deni cenderung memanjakan dirinya. Dia selalu memilih naik taxi. Makan siang selalu di luar, tidak pernah mau membawa nasi atau makanan dari rumah. Pengeluarannya jauh melebihi gaji yang diperolehnya.
Rasa haru campur malu membuat Deni bertekad mengubah cara hidupnya. Dia juga ingin membendung uang yang dimilikinya. Dia takkan membiarkan uangnya mengalir terus. Harus segera dibendung. Mulai kapan? Hari ini!

Intinya peihatin dan mencukupkan diri. Yap, MENCUKUPKAN DIRI. Jujur saja, aku merasa malu setelah membaca postingan tersebut. Walau belum pernah sampai mengutang sana-sini, pasti setiap akhir bulan ada saja keluhan yang keluar perkara duit yang kurang. Padahal bukan duitnya yang salah, atau orang tua yang memberi kiriman yang salah, melainkan diri kita sendiri. Sudahkah kita mencukupkan diri selama ini?
Mama selalu saja memberi saran untuk memasak. Uang bulanan juga disesuaikan dengan kebutuhan memasak. Tapi dalam keseharian memasak hanya berlaku 2 atau 3 hari ketika bahan masakan masih tersisa di kos. Setelah itu cari makan diluar. Alasannya banyak. Sibuk lah, tidak sempat memasak lah, atau bosan lah karena hanya bisa masak sayur kangkung dan goreng tempe atau telur, lalu men-iyakan ajakan teman untuk nongtik -nongkrong cantik- sana-sini. Padahal kalau dipikir-pikir, mama yang jauh disana juga kerja dan biasanya masak sayur dan tempe. Tidak setiap hari ayam atau daging terhidang dibawah tudung saji.
Artikel tersebut membuatku sadar bahwa hidup dengan mencukupkan diri itu penting. Bukan hanya perkara makan, tetapi juga keinginan untuk memiliki barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Bukan hanya tentang keuangan, melainkan kesederhanaan.
Jadi, untuk anak kos diluar sana yang mungkin sedang mengeluh ga bisa makan karena ini akhir bulan, mungkin bulan depan kita bisa coba seperti yang dilakukan OB pada artikel diatas. Hidup seadanya dan mulai nabung dari sekarang. Mungkin saja saat kita wisuda nanti, hasilnya bisa dipakai untuk menanggung biaya tiket pesawat orang tua kita, atau lebih-lebih untuk biaya nikah di masa depan. Who knows :D
Share:
Read More

D.I.Y: Experiences Curtain dari Name Tag Bekas



Halo, I'm back! Kalau blog ini adalah sebuh ruangan, mungkin keadaannya sudah berdebu saking lamanya tidak diurus, hehe. That's why sebelum tulisan ini ditulis, aku udah membenahi dan merombak beberapa hal pada blog ini terlebih dahulu, terutama desainnya supaya lebih fresh dan rapi.
 
Oke, back to the topic! Setelah di postingan sebelumnya aku udah nulis beberapa artikel dan cerpen, kali ini aku berniat munculin satu rubik baru, yaitu DIY a.k.a Do It Your Self. Yang akan dibahas adalah step by step untuk bikin kreasi EXPERIENCES CURTAIN yang terbuat dari name tag bekas.

Sebagai anak muda atau mahasiswa yang aktif, kita pasti sering mengikuti beberapa event kampus atau di luar kampus. Bisa sebagai panitia atau peserta. Setiap event biasanya mengharuskan orang yang berpartisipasi di dalamnya memakai satu hal : NAME TAG. Name tag ini biasanya berupa identitas diri yang dipakai selama event berlangsung.

Yap! Hanya dipakai selama event berlangsung. Lalu setelah event selesai? Apakah langsung dibuang? Menurutku dan kakakku, name tag bekas ini sayang kalo di buang, alasannya sih kenang-kenangan. Apalagi kalau event tersebut tidak ada piagamnya, name tag bisa jadi bukti kalo kita berpartisipasi. Selain itu, name tag bekas pakai yang banyak ini juga bisa dimanfaatin untuk memperkeren kamar kamu dengan menyusunnya sebagai tirai di jendela kamar. Let's check the steps out! 

STEP 1 :
Alat yang diperlukan tidak banyak, hanya name tag bekas dan tempat menggantung curtain yang akan dibuat (dalam postingan ini curtain akan digantung pada jeruji jendela). Kumpulin semua name tag bekas yang kamu punya. Bentuk name tag dan cara pemakaiannya sangat beragam, tapi untuk DIY kali ini kita pakai name tag dengan tali yang biasa dikalungkan di leher ya guys.


STEP 2 :
Ambil salah satu name tag bekas dan luruskan talinya. Bila terdapat tulisan pada tali name tag pastikan tali tidak terbalik agar tulisan dapat terlihat.


STEP 3 :
Letakkan ujung tali name tag bekas pada jeruji besi dari bagian belakang atau bagian depan. Langkah ini nantinya akan menentukan bentuk simpul tali. Pastikan kamu konsisten melakukannya ke semua tali supaya simpul yang dihasilkan lebih rapi.


 STEP 4 :
Masukkan name tag dan sisa tali diantara kedua ujung tali yang sudah diletakkan pada jeruji besi untuk membuat simpul.


STEP 5 :
Tarik sisa tali name tag hingga membetuk simpul dan name tag dapat tergantung pada jeruji besi.


STEP 6 :
Susun lalu lakukan hal yang sama pada name tag yang lainnya, dan TADAAA..



Experience Curtain kamu sudah jadi! Ada baiknya tali name tag disusun warna-warni pada jeruji besi supaya lebih menarik. Selain pemanfaatan barang bekas, kreasi ini juga bisa jadi semacam wujud nyata dari CV kamu lohh. Bagi kamu yang belum mempunyai banyak name tag bekas, mungkin kamu bisa mulai mengumpulkan dan menyusunnya mulai dari sekarang. 

Semakin banyak name tag yang kamu punya, semakin aktif dan banyak kegitan yang kamu ikuti dan semakin keren jendela kamar mu. Selamat berkreasi ya guyss, semoga tulisan ini menginspirasi kita untuk lebih kreatif. Feel free to leave your comments :D















Share:
Read More