let's go get lost

Kembali ke Titik Nol


Saat iseng-iseng blogwalking beberapa waktu tahun yang lalu, saya pernah membaca sebuah tulisan yang bercerita tentang seorang penyanyi terkenal di Indonesia yang pindah dan menetap di luar negri, di negara yang tidak seorangpun mengenalnya sebagai seorang artis. Bukannya kecewa, ia malah bersyukur dan merasa menjadi seseorang yang ‘kembali ke titik nol’. Memulai segala sesuatu dari awal, sesuatu yang baru, babak yang baru.

Ya, babak baru. Rasanya hidup tidak pernah lepas dari 2 kata ini. 

Setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan SD, akan datang saatnya kita meninggalkannya, naik kelas dan berlanjut ke babak yang baru, yaitu SMP. 
Lalu kita melaju ke SMA, kuliah, dan kemudian.. terserah kita mau jadi apa. 
Tiba-tiba hidup terasa dipenuhi berbagai macam pilihan.

Setelah seharian lelah beraktivitas lalu menghabiskan malam dengan tidur, akan datang saatnya kita harus bangun dan memulai hari yang baru lagi, babak yang baru lagi, dan hal ini terjadi setiap hari, berulang-ulang selama nafas masih berhembus dan jantung masih berdetak.

Begitu juga saat seseorang datang. 
Akan tiba saatnya untuk mereka pergi, tak peduli apakah mereka bisa digantikan atau tidak, permisi atau tidak, lalu orang-orang yang baru akan datang lagi sebelum akhirnya mereka juga pergi.


.....

Seiring berjalannya waktu, tak jarang sesuatu yang baru ini melelahkan hati. 

Kau harus beradaptasi kembali, harus mengenal kembali dan harus membiasakan kembali. 

Kau harus memulai lagi, merangkak lagi dan meraba lagi.

Kau harus menahan diri ketika sesuatu yang baru tidak sesuai seperti yang lama.

Dan mungkin kau akan tersesat kembali, dalam proses pencarianmu mengenal yang baru.

Apa yang harus dilakukan? Bagaimana caranya? Harus bersama siapa? Harus pergi kemana?

Dan saat berada di tahap kebingungan seperti ini, saya tiba-tiba diingatkan oleh tulisan yang dibaca beberapa tahun lalu tersebut

Bahwa penerimaan diri untuk ‘kembali ke titik nol’, seperti artis tersebut, merupakan sesuatu yang penting dan harus dilakukan terus menerus, karena pergantian hal-hal yang lama ke yang baru juga akan selalu terjadi terus-menerus dalam hidupmu.




Proses penerimaan ini tidaklah mudah, namun sepertinya mampu membantu kita untuk naik kelas ke babak yang baru dengan baik.

Menjadi seseorang yang ‘kembali ke titik nol’ di tengah-tengah suatu yang baru erat kaitannya dengan menjadi pribadi yang lebih rendah hati dari sebelumnya

Seperti sebuah gelas yang kosong, ‘kembali ke titik nol’ membuatmu menjadi seseorang  yang mudah belajar dan diisi, karena mengisi gelas yang penuh tidak akan ada gunanya. 
Sebagai gelas yang kosong, kau tidak akan menuntut lebih, tidak membanding-bandingkan dan tidak menyombongkan yang lama. 

Kau akan mudah menerima dan mungkin itu akan membuatmu mudah diterima.

Menjadi seseorang yang ‘kembali ke titik nol’ di tengah-tengah suatu yang baru membuatmu terus belajar dan berusaha, karena ditempat yang baru, kau nol dan kosong. 

Seorang mahasiswa yang dulunya pernah mengikuti kejuaraan nasional saat SMA tidak akan dikenal di kampusnya kecuali ia tetap berlatih dan berkarya. 

Seorang pekerja lulusan cumlaude tidak akan dikenal sebagai lulusan cumlaude di kantornya kalau ia tidak tetap belajar dan mengembangkan pengetahuannya di dunia kerja.

Seorang penari tidak akan dikenal sebagai seorang penari di tempat yang baru, kecuali ia berani tetap menari dan ikut bergabung menari di komunitasnya yang baru.

Seseorang yang setia tidak akan di kenal sebagai seorang yang setia kecuali ia berusaha untuk selalu tetap setia. 

Di tempat yang baru, kau nol dan kosong, dan menyombongkan hal yang lama tidak akan membawamu kemana-mana.

Menjadi seseorang yang ‘kembali ke titik nol’ di tengah-tengah suatu yang baru juga memberimu kesempatan untuk memperbaharui diri menjadi lebih baik lagi. 

Jika dulu kau merupakan gadis yang susah tersenyum, di babak baru hidupmu perbanyaklah tersenyum. 

Jika dulu kau dikenal sebagai orang yang pelit, perbanyaklah berbagi.

Jika dulu kau merupakan seseorang yang cuek akan penampilan, di tempat yang baru kau bisa mulai memperhatikan penampilanmu, dengan memulai belajar memakai alis mungkin? Hehehe :P

Bagaimanapun, waktu berjalan terus dan usia bertambah terus.

Dan jika di hidupmu yang lama kau merasa terlalu angkuh dan sombong, mungkin di babak baru hidupmu, kau bisa lebih merendahkan hati dan belajar menerima bahwa untuk menjalani hidup, kau memang harus selalu ‘memulai dari titik nol’.


Selamat satu tahun dua bulan di Jakarta.
Dengan hati dan tahun yang baru,
Januari 2018.
Share:
Read More
,

Kelabu yang Sendu

Aku ini abu-abu.
Aku ini tidak tentu.

Datang saja..
Mungkin kau hanya akan melihat 
kemungkinan-kemungkinan.
Mendekat saja..
Mungkin kau hanya akan mendengar
kabut angan-angan.

Sebab itu jangan mengeluh hingga peluh
Bukankah sudah ku bisikkan sendu?
Bahwa aku ini abu-abu.
Bahwa aku ini tidak tentu.


Januari 2018

Share:
Read More
,

Perempuan dan Luka

Seorang perempuan.
Tertatih, tertunduk, terseok.
Di ujung lorong gelap
yang sempit dan panjang.
Entah apa yang mengoyakkan bibirnya.
Dan menggores-gores muka.
Pipi kening penuh lebam membiru.
Urat saraf mengeras kaku.

Begitupun tubuhnya.

Begitupun hatinya.

Putih telah dinoda.
Gelap seperti samudera tak berdasar
ditengah-tengah hamparan pasir putih.
Luka nanah tak kunjung sembuh
seperti borok yang telah disiram
belerang berulang kali.
Dan lubang-lubang jelek
bekas potongan hati putih
yang telah diberi namun dirusak
bahkan tak kembali.

Sebuah lempengan besi baja berlekuk muka
tergenggam di tangan kiri.
'Sempurna' terpatri di kening.
Tidak terbaca,
namun mampu dirasa.
Tidak terlihat,
namun mampu dikagum.
Muka besi baja bersih
dengan senyum setulus merpati.
Mengganti wajah yang luka kaku.
Menutup tubuh yang membiru.
Tapi sayang,
itu tak berlaku untuk hati.
Karena hari terlalu dalam untuk diselami.
Dan terlalu rapuh untuk diperbaiki.


Januari 2018
Share:
Read More