Saya yakin kebanyakan anak SMK di
Indonesia tidak asing lagi dengan yang namanya LKS. Yap, LKS adalah singkatan
dari Lomba Kompetensi Siswa. Kompetisi ini termasuk ajang yang bergengsi bagi siswa-siswi
SMK karena diadakan tahunan dan setara dengan OSN (Olimpiade Sains Nasional)
yang diadakan di SMP atau SMA. Pemenang LKS tingkat Nasional nantinya akan
menjadi perwakilan dari Indonesia untuk mengikuti ASEAN Skills (Kompetisi
Keahlian Tingkat ASEAN) dan World Skills International Competition (Kompetisi
Keahlian Tingkat Dunia). Peserta LKS Nasional adalah siswa-siswi yang telah
lolos seleksi dari tingkat sekolah, kabupaten/kotamadya dan provinsinya
masing-masing.
Ada
sekitar 50 mata lomba yang dilombakan pada kompetisi ini sesuai dengan keahlian
masing-masing peserta. Pesertanya pun berasal dari seluruh provinsi di
Indonesia. Saya pernah berkesempatan menjadi
peserta pada kompetisi ini di bidang CADD Building. Walaupun tidak berhasil meraih juara Nasional, tapi saya merasa sangat bersyukur pernah berjuang bersama siswa-siswi dari seluruh Indonesia dan melalui tulisan ini saya ingin menceritakan bahwa LKS bukan sekedar kompetisi.
peserta pada kompetisi ini di bidang CADD Building. Walaupun tidak berhasil meraih juara Nasional, tapi saya merasa sangat bersyukur pernah berjuang bersama siswa-siswi dari seluruh Indonesia dan melalui tulisan ini saya ingin menceritakan bahwa LKS bukan sekedar kompetisi.
Saya mempersiapkan diri untuk
mengikuti kompetisi ini sejak duduk di kelas 2 SMK. Saat itu saya harus bisa
meraih juara pertama di tingkat sekolah, kabupaten lalu provinsi. Dengan kerja
keras, berlatih di sekolah sampai sore, melatih kecepatan dan mengurangi
kesalahan pada saat proses membuat gambar, puji Tuhan saya berhasil maju ke tingkat
nasional. Saya sangat ingat waktu itu, saya dan beberapa teman-teman dari mata
lomba lain yang juga lolos diberangkatkan untuk membawa nama Sumatera Utara ke
tingkat nasional.
Pada
saat itu -tahun 2012- LKS Nasional diadakan di Gedung Sasana Budaya Ganesha,
Bandung, Jawa Barat. Sesampainya di Bandung, kami melakukan registrasi dan
menghadiri technical meeting untuk perlombaan besok hari. Saya berkenalan
dengan teman-teman dari Bengkulu, Lampung, Bali, Jakarta, Riau dan provinsi
yang lainnya yang ternyata hampir semua cowok. Peserta cewek hanya 2 orang,
saya dan kontingen dari Papua. Tak perlu tunggu lama, masing-masing peserta
sudah akrab dan saling kenal. Beberapa dari kami sudah ada yang pernah ikut
kompetisi tahun lalu, terlebih lagi karena kami ditempatkan di hotel yang sama.
Keanekaragaman Indonesia sangat terlihat pada saat itu, terbukti karena tidak
ada satupun dari kami yang berlogat sama saat bicara. Semua membawa daerah
asalnya masing-masing dan tidak jarang dijadikan bahan bercandaan. Hahahaa..
Suasana
saat lomba juga tidak terlalu tegang. Pada saat itu soal yang kami dapatkan
jauh berbeda dengan soal tahun-tahun sebelumnya. Kemenangan bukan lagi jadi
yang terutama, yang terpenting kami sudah melakukan yang terbaik. Selama
beberapa hari lomba, peserta CADD duduk di bordes tangga untuk makan siang
bersama. Bahkan pada malam hari saat waktu luang, saya dan teman-teman ngumpul
sekedar untuk sharing atau jalan-jalan -kami mendapat hotel di daerah lembang-,
bahkan mereka para cowok sempat-sempatnya main bola di lapangan hotel dan ada
yang berenang. Ketika free time setelah lomba, saya dan teman-teman kontingen
Lampung dan Bengkulu pergi ke Pasar Baru belanja ini itu, mencoba buah
leci-tanpa-nawar yang ternyata harganya kemahalan, makan bakso, dan nekat naik
angkot saat balik ke hotel.
Bahkan
sangkin nekatnya, saya dan teman-teman dari kontingen Bali pergi dengan niat
ingin keliling Bandung dengan naik angkot. Kami memilih angkot secara acak, padahal
tidak ada yang tahu kota Bandung sebelumnya. Untungnya kita naik angkot yang
supirnya super duper baik dan bersedia mengantar kita berkeliling sampai
kembali lagi ke hotel di Lembang. Saya masih terheran bagaimana kami bisa
sampai ke gedung sate, titik nol kota Bandung, gedung Asia Afrika tanpa tahu arah
dan jalan. Unforgettable moment!
Sebelum
pulang ke daerahnya masing-masing, kami sudah heboh bertukar nomer hp, pin BB,
akun facebook dan twitter, dll. Kami membuat grup facebook sendiri. Posting
foto yang commentnya bisa sampai berpuluh bahkan beratus, link tutorial,
diskusi tentang hasil rendering, dan lain-lain.
Efek
dari LKS SMK tidak hanya sampai disitu saja. Melalui LKS SMK saya bisa
memperoleh beasiswa selama kuliah. Saya sekarang berkuliah di Bali, bertemu
lagi dengan teman dari kontingen Bali. Saya merasa mempunyai teman di daerah
perantauan. Dan ternyata banyak teman-teman kampus saya yang juga berasal dari
SMK dan pernah mengikuti seleksi LKS. Beberapa dari kami terkadang berdiskusi
tentang perkuliahan. Bahkan teman saya kontingen dari Lampung yang berkuliah di
Yogyakarta ternyata satu kampus dengan teman saya saat mengikuti LKS tingkat
provinsi. Saat mengetahui itu saya merasa dunia hanya selebar daun kelor!
Hal
itu memberanikan saya pergi ke Yogyakarta untuk berlibur. Saat itu saya menghubungi
teman-teman LKS dan mereka bersedia menemani saya di Yogya. Akhirnya kami
kumpul lagi di Yogya, jalan kesana-kemari ala mahasiswa, bahkan bertemu dengan
peserta LKS nasional dari daerah lain dengan mata lomba yang lain. Sungguh
pengalaman yang menyenangkan mempunyai teman-teman yang tersebar di seluruh
Indonesia. Perkembangan teknologi dan internet membuat kita masih bisa
berkomunikasi satu sama lain.
Saya tidak membayangkan apabila
pada saat lomba saya menutup diri dan tidak mau bergabung dengan teman-teman
yang lain, bisa dipastikan tidak sebesar ini pengalaman yang didapat. Oleh
karena itu untuk teman-teman yang mungkin sedang mempersiapkan diri menuju LKS
nasional, do your best, carilah teman sebanyak mungkin, karena relasi ini pasti
berguna untuk kedepannya. Jangan malu bertanya atau menyapa, karena LKS SMK
bukanlah sekedar kompetisi.
No comments:
Post a Comment