let's go get lost

Ya, Aku Mau Merantau

image by http://i.kinja-img.com
      Merantau, pasti hampir semua orang tau apa itu merantau. Apalagi orang-orang bersuku Batak terutama anak laki-laki. Merantau itu bisa dibilang pergi dari rumah, meninggalkan kampung halaman untuk bekerja ataupun kuliah. Intinya berupaya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kenapa harus suku batak? Ya karena aku sendiri suku batak dan hampir semua keluargaku -papa, tulang, kela, opung, sepupu-sepupu- pernah menjadi anak rantau hehehe

      Aku sendiri merupakan anak rantau yang hidup di daerah orang untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bahasa umumnya kuliah lah. Seseorang yang memutuskan untuk mau jauh dari orang tua karena melihat sepupu dan kakaknya yang menghilang setelah SMA karena ingin melanjutkan kuliah diluar daerah tempat tinggal di Sumatera Utara. Pada saat itu, memutuskan untuk mau merantau adalah hal yang
gampang, apalagi orang tuaku tidak pernah mengatur anaknya harus bersekolah apa dan dimana. Bayangan hidup sendiri menjadi anak rantau pasti sangat menyenangkan. Bisa keluar kemana saja dan pulang kapan saja kita mau, karena tidak ada jam malam dari orang tua dan tidak perlu ijin sana sini. Tapi ternyata bayangan tidak sesuai dengan kenyataan bung! hahaha

     Awal perantauanku bermula dari mengikuti lomba di Bandung dan tidak akan pulang kerumah lagi. Sewaktu perjalanan ke bandara saja rasanya udah nyesek banget. Apalagi sebelumnya aku belum pernah jauh dari orang tua berbulan-bulan lamanya. Saat pengumuman keberangkatan seperti ada yang mengatakan 'yeah, this is the time. Say goodbye to your mom and dad' dikepalaku, ditambah lagi air mata yang udah nuntut minta keluar. SEDIH. Tapi gengsi dong, masa nangis dibandara, belum lagi banyak teman-teman dan guru-guru dari sekolah yang ikut mengantar peserta lain yang ikut lomba. Akhirnya bisa juga air mata ditahan, namun hanya sebatas di bandara saja. Sesampainya di pesawat aku nangis sampai terisak. Tak perduli tetangga sebelah yang keheranan, tak perduli dengan air mata yang udah nyatu sama ingus, eh? Yang terbayang di kepalaku  hanya muka papa, mama, opung, adik, teman-teman dan juga pacar (walaupun saat itu masih cinta monyet tetep saja bikin galau, hahaha)

     Bulan Juni tahun 2014 kemaren genap sudah aku merantau selama 2 tahun di Bali, baru sebentar sih. Kalau dihitung-hitung, selama setahun aku hanya punya kesempatan pulang satu kali. Selain karena kuliah yang sibuk dan jarak yang jauh, tiket yang mahal juga menjadi bahan pertimbangan. Lagipula mama pernah berkata "untuk apa merantau kalau kerjaannya pulang? Lebih baik kuliah disini saja". Iya juga, pikirku. Menurutku keputusan untuk hidup jauh dari orang tua merupakan keputusan yang besar. Sampai-sampai dulu aku pernah memajang tiket pesawatku saat pergi dari Medan yang sudah lecek dan menganggapnya sebagai bukti bahwa aku bisa mengalahkan rasa takutku untuk jauh dari orang tua (dari sinilah aku bisa ingat rantau-anniversary ku, hahaha)

      Kalau sekarang aku melihat diriku, rasanya masih sama seperti dulu. Cewek bantet yang masih menginginkan tambahan tinggi 10 senti. Namun tidak dengan cara pandangku. Terkadang aku merasa menyesal kalau sewaktu SMK hanya sibuk dengan diri sendiri dan tidak meluangkan waktu untuk keluarga, karena sekarang kalau kangen keluarga paling banter telfon atau chatting. Kalau dulu aku menganggap merantau adalah sebuah kebebasan, namun sekarang aku merasa kalau anak rantau itu harus bisa mengontrol diri sendiri. Mengontrol pergaulan, komunitas, dan lingkungan dimana kita berada. Karena rasanya gampang sekali bila kita mau terlibat dengan hal-hal yang buruk, dan ini Bali meen!

      Aku sempat membayangkan apa rasanya ketika nanti aku jadi ibu-ibu, seperti mama, dan mempunyai anak perempuan yang hidup jauh di kota orang. Bagaimana dia harus meyakinkan dirinya sendiri kalau anaknya baik-baik saja diluar sana, bergaul dan berada di tempat yang baik, belajar yang baik. Pasti itu semua membutuhkan kepercayaan yang besar. Dan sebagai anak yang sudah diberikan kepercayaan tidak seharusnya kita merusak kepercayaan itu.

     Belum lagi perkara me-manage uang, mengatur makanan sehari-sehari, mencuci baju sendiri, membeli ini itu dengan keputusan sendiri, dan perkara-perkara yang lain. Terkadang kalau sedang menghadapi masalah terbersit pikiran 'kalau mama papa ada pasti lebih mudah', belum lagi ketika temen-temen lagi sibuk sendiri, pas lagi jomblo pulak, hahaha lengkaplah sudah. Tapi yang pasti keputusan 'ya, saya mau merantau' tidak pernah disesali dan pengalaman-pengalamannya tidak dapat dilupakan.
Share:

No comments:

Post a Comment