April 2015
Bila kau rasa gelisah di hatimu
Bila kelam kabut tak menentu hidupmu
Ingat masih ada seorang penolong bagimu
Yesus tak pernah jauh darimu..
Yesus tak pernah jauh darimu..
Tak
perduli berapa usiamu, apa yang sedang terjadi di hidupmu, berbagai masalah seringkali
menghampiri, bahkan ada yang mengatakan bahwa bukan kehidupan namanya kalau tidak
mempunyai masalah. Masalah membuat kita semakin hidup atau malah membuat kita
redup, tergantung bagaimana kita menanggapinya. Menyerahkah? Mengeluhkah?
Menghadapinyakah? Atau menyerahkannya kepada Tuhan?
Beberapa minggu yang
lalu, saya diminta
mewakili
jurusan untuk mengikuti seleksi mahasiswa berprestasi (mawapres) tingkat
fakultas. Seleksi ini akan memilih siapa mahasiswa yang akan menjadi wakil dari
fakultas Teknik dalam seleksi tingkat universitas. Saya diutus bukan karena saya
mahasiswa paling pintar, memiliki IPK paling bagus atau karena
kemampuan bahasa inggris saya paling lancar, tapi karena saya 'kebetulan' sedang
mendatangi
tata usaha untuk mengambil sertifikat lomba desain. Saya diutus supaya 'ada
saja' perwakilan dari jurusan. Maklum, tahun sebelumnya tidak ada peserta dari
jurusan arsitektur karena waktu pemberitahuan seleksi sangat mepet dengan
deadline.
Seperti yang
lalu-lalu, tahun ini pun saya dihadapkan dengan deadline yang sangat singkat,
hanya 3 hari. Saya harus membuat sebuah karya ilmiah yang berisi minimal 21
halaman (seumur-umur hanya pernah buat makalah tugas kuliah yang isinya copy
paste dari internet :'D) dan beberapa berkas pendukung. Saat itu saya belum punya
persiapan apapun selain sebuah kalimat judul, bahkan pihak
jurusan baru memberi kepastian tentang dosen pembimbing pada H-1 pengumpulan
berkas. Saat menghubungi dosen untuk membuat janji bertemu, hari itu juga saya diminta datang
kerumahnya dan
sudah
harus membawa draft naskah karya ilmiah. DRAFT NASKAH KARYA ILMIAH! Boro-boro
membawa, bentuk draft naskah karya ilimiah itu bagaimana saja saya tidak tahu. Setelah searching di
google, ternyata itu adalah susunan karya ilmiah yang SUDAH
JADI
dan SIAP UNTUK DIPERIKSA dan DIREVISI. Saat itu pukul 2 siang dan
saya harus bertemu dosen jam 7 malam. Apa yang bisa saya perbuat dalam waktu 5
jam?
Saya bergegas pulang
ke kos, membuka laptop dan berusaha membuat apa yang saya bisa,
mengubek-ubek internet berjam-jam. And, guess what? Hasilnya nihil. Yang ada malah saya dilanda
kebingungan. Mau mulai menulis dari mana? Buku dan materi mana yang mau
dijadikan landasan teori? Bagaimana cara menganalisa
datanya
agar
bisa menghasilkan kesimpulan dan ide kreatif? Saya
panik dan fikiran mulai kemana-mana. Bagaimana nanti reaksi dosen kalau saya
datang tanpa membawa apa-apa? Saya merasa malu, tidak bisa apa-apa tapi
berani-beraninya mengambil tanggung jawab sebesar ini. Saya
mencoba menulis, mencoret lalu menulis lagi. Bahkan, saya malah
mencoba
menghubungi teman dan meminta dia untuk menggantikan saya karena dia
mempunyai makalah ilmiah yang pernah dibuatnya sebagai tugas kuliah.
Jarum
jam terus bergerak ke angka tujuh. Ditengah kemumetan itu, saya sampai di satu
titik menyerah, sadar bahwa apa yang saya lakukan tidak menghasilkan apa-apa. Kenapa tidak diam sejenak dan berdoa? Apa yang kamu takutkan? Bukannya kamu
punya Tuhan yang selalu menolongmu? Entah datang darimana suara
itu. Tapi yang saya tahu, saat itu saya sadar bahwa saya lupa berdoa. Lalu saya
berhenti sejenak, meutuskan untuk tidak menyerah dan mulai berdoa, curhat sama Tuhan tentang
keraguan dan ketakutan, lalu minta Dia untuk memampukan saya.
Dan
tahukah kalian apa yang terjadi selanjutnya? Semua hal berjalan lancar, bahkan
sangat lancar, jauh di luar dugaan saya. Saya datang ke rumah dosen dengan berbekal
kertas catatan dengan sedikit ide yang saya punya, kemudian dosen pembimbing
mengajak saya berdiskusi, membantu saya mengembangkan ide-ide menjadi satu
topik gagasan, membentuk suatu kerangka dan mengurutkannya menjadi poin-poin
penting yang memudahkan saya untuk menulis secara runtut. Malam itu saya tidak
pulang dengan tangan kosong, melainkan membawa 5 sampai 6 buku tebal sebagai
refrensi saya untuk menulis. Bahkan, dosen pembimbing berbaik hati menghubungi
pihak fakultas agar memberikan kelonggaran waktu satu hari kepada saya. Sungguh,
saat itu saya pulang dengan hati penuh syukur sambil senyum-senyum sendiri.
Buku
refrensi langsung dibaca seketika itu juga, melihat apa yang penting dan relevan
terhadap topik tulisan, mencatat lalu menandai halamannya sehingga memudahkan
menulis sumber dan daftar pustaka. Tiga buku habis dalam satu malam, dilanjut
dengan keesokan paginya. Setelah itu saya mulai menulis, seharian sampai sore,
mencetaknya, dan kembali bergegas ke rumah dosen untuk bimbingan lagi. Sungguh,
ketika itu saya bukan siapa-siapa, dari mana lagi saya bisa mendapat kekuatan
kalau tidak melalui Tuhan?
Singkat
cerita, pesentase dan seleksi berjalan dengan lancar. Saya tidak mendapat
peringkat 1 dan tidak lanjut mewakili Fakultas Teknik ke tingkat universitas,
tapi saya bersyukur telah diajar banyak oleh Tuhan melalui proses ini.
Seberapa sering kita hidup mengandalkan diri sendiri atau orang lain? Ataukah kita hanya mengandalkan Tuhan dalam keadaan terjepit seakan-akan Tuhan adalah pilihan terakhir?
Sama
seperti Daud yang terjatuh ke dalam Gat dalam pelariannya dari Saul (1 Samuel
27). Saat itu Daud lupa berdoa. Dan dia menemukan bahwa usahanya melarikan diri
ke Gat tidak dapat memberi jalan keluar. Apakah sesungguhnya ada jalan keluar? Max
Lucado dalam bukunya yang bejudul Facing Your Giant mengatakan tentu saja ada.
Coba lakukan hal yang berbeda: cepatlah berdoa dan berhentilah berbicara kepada dirimu sendiri. Berbicaralah kepada Kristus yang mengundang kamu.
Dan tepat di
reruntuhan Ziklag yang masih membara, dalam keterjepitan Daud setelah enam
belas bulan di Gat, ditolak orang Filistin, diserang orang Amalek dan
diberontak oleh orang-orangnya sendiri, "Daud menemukan kekuatan di dalam
Tuhan, Allahnya" (1 Samuel 30:6)
Kita
mungkin saja tidak pintar, tidak cakap dan seringkali jatuh kedalam dosa, tapi
Tuhan tidak melihat kesempurnaan kita. The Purpose Driven Life karya Rick
Warren mengatakan Tuhan tahu bahwa kita tidak mampu menjadi sempurna atau tanpa
dosa (Mazmur 103:14). Apa yang Tuhan lihat adalah sikap hati kita, apakah kita
selalu rindu dan ingin datang kepadaNya. Tuhan senang ketika kita, anak-anakNya, selalu mengandalkanNya dan berserah kepadaNya. Dia hanya sejauh doa.
Saya
selalu berdoa agar Tuhan mau mengajari saya untuk menjadi pribadi yang lebih
baik lagi, dan saya rasa melalui proses ini, Tuhan menjawab doa saya.
- Desember, 2017
No comments:
Post a Comment