let's go get lost

Ketinggalan Kereta di Jakarta

sumber : infojalan-jalan.com

Kata orang, hidup di Jakarta itu keras. Jakarta hanya untuk orang-orang yang mau berjuang dan sigap. Tidak ada kata manja. Lambat sedikit akan tertinggal. Telat sedikit jalanan sudah macet. Orang-orang berlari. Mengejar transjakarta, berimpit-impitan di commuter line. Semuanya demi bekerja dan bertahan hidup di ibukota Indonesia bernama Jakarta.

Setelah 4 hari bertualang di Belitung, saya dan teman saya hendak pulang ke Jember. Tidak ada penerbangan langsung, sehingga kami harus singgah di Jakarta lanjut naik kereta ke Surabaya lalu ke Jember. Dengan kondisi keuangan yang menipis, kami memutuskan menggunakan kereta ekonomi yang tiketnya baru ada beberapa hari kemudian. Alhasil, kami mengunjungi rumah panggi (panggilan untuk adiknya ayah paling kecil, dalam batak Simalungun) saya di Depok, sekalian menunggu hari keberangkatan.

Kereta dijadwalkan berangkat pukul 11.00 WIB. Dari Stasiun Pasar Senen, kami menggunakan kereta Jayabaya dengan tujuan Surabaya, lalu mengambil kereta Probowangi ke Jember. Sehari sebelum keberangkatan, panggi sudah menyarankan untuk berangkat jam 08.00 WIB dari Depok, supaya perjalanannya santai dan tidak terburu-buru, lalu naik commuter line dan gojek menuju Stasiun Pasar Senen. Kami yang tidak tahu apa-apa mengenai Jakarta pun menurut saja, yang penting sampai di Stasiun Pasar Senen.

06.30 WIB
Keesokan paginya kami bangun dan bersiap-siap. Tas dan barang bawaan sudah di packing malam sebelumnya.

08.00 WIB
Setelah mandi dan sarapan, kami diantar menggunakan mobil menuju stasiun kereta Depok. Sesampainya di stasiun, sudah banyak orang yang lalu lalang kesana kemari. Katanya jam segini memang jamnya orang pergi kerja. Kami membeli tiket dan diantar nanggi (panggilan untuk istrinya panggi, dalam batak Simalungun) untuk naik kereta. Ada dua buah kereta yang berhenti dengan pintu terbuka. Dua-duanya sudah penuh. Saking penuhnya, saya rasa orang yang di dalam tidak perlu lagi berpegangan pada handle yang menggantung di kereta. Setelah menunggu lama, kereta tidak juga berangkat. Akhirnya kami mendapat info bahwa kereta sedang eror karena ada kereta yang anjlok.
Kami pun segera keluar dari stasiun yang masih penuh dengan orang lalu lalang. Belum lagi tas travel besar yang harus kami jinjing kesana-kemari. “Ada kereta yang anjlok. Tadi pagi ternyata udah ada beritanya di TV, tapi kita nggak liat karena Ale nonton kartun” Panggi langsung memberi informasi yang didapatnya dari petugas stasiun. Oalaah..

09.00 WIB
Kami buru-buru kembali ke mobil. Jalanan tambah ramai dan padat. Orang-orang pasti pada turun ke jalan mencari alternatif lain. Orderan gojek meningkat, mobil di jalanan pun meningkat. Akhirnya panggi memutuskan untuk mengantar kami dengan mobil. Namun perjalanan rasanya lama sekali, dimana-mana macet. Klakson disana-sini. Jam pun terus berputar menuju angka 11. Gawat. Kami mulai panik.

10.00 WIB
Akhirnya panggi menyarankan agar kami melanjutkan perjalanan ke Stasiun Pasar Senen menggunakan gojek, biar bisa ngebut dan nyalip. Kami menurut. Di bawah jembatan penyebrangan, kami menunggu dua pesanan gojek. Keadaan masih ramai, padat dan bising. Petugas kepolisian sibuk menertibkan mobil dan motor yang parkir menghalangi jalan, orang-orang sibuk mengejar waktu. Begitu juga saya, sibuk menunggu gojek vario putih.
“Mas Ari ya?” tanya saya kepada pengendara vario putih dengan jaket hijau khas gojek
“Ke Kalibata ya mbak?” tanyanya lagi sambil sibuk melihat gadgetnya
“Bukan mas, saya order ke Stasiun Pasar Senen tadi. Orderannya Laura”
“Loh, saya ke Kalibata mbak. Yang order Tina. Mbak Tina bukan?
“Ehhh salah berarti mas. Bukan saya.” saya cuman bisa garuk-garuk kepala, bingung. Mas gojek vario putih orderan saya tak kunjung datang.

10.20 WIB
Akhirnya saya bertemu dengan mas gojek saya yang ternyata dari tadi sudah kebingungan nyari pengordernya. 40 menit lagi kereta berangkat. Setelah berpamitan singkat dengan panggi dan nanggi, kami tancap gas menuju Stasiun Pasar Senen. Jalanan masih padat dan macet, belum lagi teriknya matahari. Untuk meredakan kepanikan, saya coba ngobrol dengan mas-mas gojeknya.
“Mas, pasar senennya udah dekat kan ya dari sini?”
“Wahh.. nggak mbak. Masih jauh dari sini, apalagi macet begini” jawab mas gojek dengan polosnya. Jleb! Sungguh jawaban yang tidak diinginkan. Bukannya jadi lebih tenang, saya malah makin panik.
Sambil menembus kepadatan Jakarta yang terik, saya mengatur rencana dengan teman saya yang sudah jalan di depan dengan gojek lain. Nanti begitu sampai di stasiun langsung lari ngeprint tiket ya cong, nanti aku yang ngecek keretanya. Oke, jawabnya.

11.00 WIB
“5 menit lagi nyampe nih mbak”, kata mas gojeknya. Benar saja, 5 menit kemudian saya sampai di depan stasiun. Saya langsung lari setelah membayar gojek dan mengucapkan terimakasih karena sudah mau ngebut demi penumpangnya yang mengejar kereta. Di depan, saya juga lihat teman saya yang juga lari-lari sambil membawa tas travel.
“Jayabaya udah berangkat, Mbak!” teriak seorang bapak kearah kami. Sampai sekarang, darimana bapak tersebut tahu kami mengejar Jayabaya masih menjadi misteri. Teman saya langsung mengambil antrian untuk print tiket, sedangkan saya lari ke bagian gate boarding kereta.

11.10 WIB.
“Jayabaya disini ya pak?” saya bertanya sambil ngos-ngosan
“Jayabaya udah berangkat barusan, mbak.” Jawab bapak petugas kereta. Saya sampai bertanya 3 kali kepada bapak itu, yang dijawab dengan jawaban yang sama.
Haaahh, tubuh saya lemas. Terbayang dua tiket kereta seharga Rp.100.000 melayang begitu saja. Airmata sudah mau keluar membayangkan perjuangan mengejar kereta dari pagi tadi. Teman saya datang dengan dua tiket yang telah di print di tangan, dengan muka yang sama lemasnya.
Kereta tidak bisa dikejar dan tiket tidak bisa direfund. Tidak ada tempat menginap untuk menunggu kereta keesokan harinya. Kami pun memutuskan untuk membeli tiket kereta Kertajaya untuk keberangkatan pukul 14.00 WIB. Masih kereta ekonomi, tapi harganya lebih mahal, Rp. 150.000. Jadwal sampainya masih bisa mengejar kereta Probowangi yang dijadwalkan berangkat pukul 04.00 WIB dari Surabaya. Untung saja sebelumnya panggi memberikan uang jajan, lumayan untuk beli tiket kereta baru. Tuhan memang tidak pernah memberi cobaan diluar kemampuan anakNya, hehe.

12.30 WIB
Kami mendapat tiket kereta Kertajaya.

13.00 WIB
Makan siang. Beli seporsi soto dengan tambahan nasi satu bungkus. Murah dan tetap kenyang.

14.00 WIB
Berangkat dari Stasiun Pasar Senen menuju Surabaya.

Keesokan harinya, 02.00 WIB
Sampai di Surabaya.

04.00 WIB
Berangkat dari Stasiun Pasar Turi menuju Jember.

09.00 WIB
Finally, sampai di Jember dengan selamat.


Jakarta sungguh memberikan kami pengalaman yang luar biasa.


- Juni, 2016
Share:

No comments:

Post a Comment